Dalam lima belas tahun terakhir ini, Indonesia marak dengan pembangunan gedung-gedung bertingkat sebagai implikasi tumbuhnya perekonomian Indonesia. Setiap perusahaan seolah olah berlomba untuk menciptakan karya yang menampilkan wajah prestigious dalam industry konstruksi. Mulai dari pembangunan kantor, apartemen hingga rumah susun. Aturan pembangunan gedung bertingkat seperti ini tentu saja sudah ada yaitu UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 dan Peraturan Daerah PEMDA DKI No. 7 tahun 2010. Salah satu poin yang diatur dalam UU tersebut adalah penggunaan bahan bangunan anti api khususnya pada bangunan tingkat tinggi. Namun dari dari hasil penelitian hampir semua gedung -gedung tersebut dilapisi dengan panel ACP (Aluminium Composite Panel). Indah memang tampilan sesaat, tetapi dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, lapisan ini sangat mudah terpengaruh oleh panasnya sinar matahari dan perubahan cuaca. Alhasil, ketiga tidak dilakukan perawatan, lapisan ini akan terlihat kusam dan kotor.
Selain itu, disinyalir ACP sangat beresiko terhadap kebakaran massif. Contoh yang sangat mencolok adalah kebakaran kejaksaan agung yang terjadi baru baru ini, dimana dalam rentan waktu yang tidak terlalu lama, si jago merah sangat perkasa melululantahkan gedung yang menjadi asset dan kebanggaan korps adhyakasa dan seluruh masyarakat Indonesia. Memang ada polemik dan kecurigaan yang muncul atas kebakaran ini, namun yang menjadi soal adalah bagaimana gedung perkantoran bisa habis terbakar dalam waktu singkat.
Dikutip dari wawancara oleh Berita Satu kepada Guru Besar Universitas Pelita Harapan (UPH) & Ketua Program Studi S2 Teknik Sipil UPH, Prof. Dr. Manlian Ronald. A. Simanjuntak, menjelaskan, kebakaran bangunan Gedung Kejaksaan menunjukkan kegagalan yang sangat fatal sistem keselamatan bangunan gedung dalam merespon bahaya kebakaran. Api bermula dari lantai 6 yang merambat turun dan horisontal sampai ke lantai 2 melumatkan ruang kerja Jaksa Agung dan dengan cepat menyebar secara horisontal karena tidak ada fire compartmentation yang membatasi jilatan api serta lapisan penutup gedung yang berbahan ACP.
ACP adalah material berbahan alumunium yang biasa berfungsi sebagai lapisan untuk menutupi tembok dalam ruangan, plafon, maupun eksterior fasad banguna yang merupakan plat panel yang terdiri dari dua lembaran aluminium berlapis kumparan tipis yang gabungkan ke inti non-aluminium yang membuat bahan komposit aluminium. Material inti ACP standar adalah polietilen (PE) atau poliuretan (PU). Biasanya, bahan ini sangat mudah terbakar sehingga masuk dalam kategori yang sangat berbahaya dalam risk manajemen asuransi.
Saat ini penggunaan ACP dengan komposisi polietilen lebih dari 30% sudah dilarang penggunaaannya sebagai panel cover gedung dinegara-negara maju seperti Australia, Eropa dan lain lain. Risiko penggunaan ACP memiliki pengaruh yang signifikan terhadap daya terbakar dan penyebaran api di diluar atau di dalam gedung.
Faktor lain seperti desain rongga antara pengelompokan dan dinding eksterior bangunan (atau selubung insulasi) juga penting. Jarak rongga dapat bertindak seperti cerobong asap dan menarik api ke atas secara konveksi, memanjangkan api ke atas struktur.
Banyak peristiwa yang menjadi rujukan karena penggunaan bahan material dalam bangunan seperti peristiwa kebakaran besar atas sebuah apartemen di London yang dikenal sebagai Grenfell Tower fire pada Juni 2017, yang memakan korban meninggal 72 orang serta menghanguskan apartemen berlantai 23 tersebut. Oleh karena itu kebijakan penggunaan bahan bermaterial anti api untuk lapisan gedung maupun pintu sangat dinantikan oleh masyarakat sehingga tercipta rasa aman dan nyaman dan apabila terjadi kebakaran akan lebih mudah untuk menguasai kebakaran sehingga, kerugian dapat diminimalisir karena sebaran api dapat dihambat.
Form Komentar