Analisis Fakta. Teka-teki di mana lokasi Ibu Kota baru Republik Indonesia akhirnya terjawab. Presiden Jokowi mengumumkan, lokasi Ibu Kota baru berada di Kalimantan Timur tepatnya adalah sebagian di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.
Biaya pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur diperkirakan akan mencapai Rp 466 triliun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) direncanakan hanya akan menanggung 19,2% dari kebutuhan tersebut. Sisanya, didanai melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta investasi swasta.
Komponen terbesar dalam pembiayaan terdapat dalam fungsi pendukung yang mencapai Rp 233,7 triliun atau 50,17% dari total biaya. Adapun fungsi pendukung mencakup rumah dinas bertingkat maupun rumah tapak untuk ASN, TNI, dan Polri yang dibiayai oleh APBN, skema KPBU, dan swasta (skema kerja sama pemanfaatan). Selain itu, ada saranan pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) hingga pendidikan tinggi dan sarana kesehatan yang dibiayai oleh skema KPBU dan swasta. Ada pula pembangunan lembaga pemasyarakatan yang dibiayai dengan skema KPBU.
Lalu apa dampak pemindahan Ibu Kota terhadap perekonomian dan sosial masyarakat khususnya yang ada di Jakarta. Setelah pengumuman pemindahan ibu Kota oleh Presiden Jokowi, sebanyak lima emiten properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan kenaikan harga saham cukup signifikan pada penutupan sesi I. Hal ini tentu karena adanya prospek pembangunan property pada daerah baru. Namun bagi masyarakat yang sudah memiliki property di Jakarta, maka tentu saja akan mengalami penurunan permintaan sehingga kalau dijual akan mengalami kesuitan. Oleh karena itu, melejitnya saham-saham terbut bukan pertanda bagi kemajuan ekonomi tetapi lebih kepada prospek bisnis bagi perusahan infrastruktur tersebut.
Pemindahan Ibu kota sejatinya tidak memberikan dampak apa-apa terhadap pertumbuhan PDB riil dan GNE (Gross National Expenditure) riilnya. Sebab perpindahan tersebut adalah hanya perpindahan alokasi anggaran dan penambahan belanja negara dari APBN. Memang di kota baru, dampaknya akan tumbuh. Tetapi di Jakarta, tentu saja akan mengalami perlambatan dan bahkan kemunduran ekonomi. Pemindahan ibu kota ini justru menstimulus turunnya jumlah output di hampir semua sektor tradable-goods yang berbasis sumber daya alam. Sebaliknya, sektor yang meningkat justru ada pada non-tradable goods yang terhitung bukan sektor produktif. Di antaranya yaitu administrasi, pertahanan, pendidikan dan kesehatan, hingga kertas dan publikasi.
Namun demikian, pemindahan ibu kota tentu akan memberikan dampak terhadap makro ekonomi. Salah satunya, efek berlanjut (multiplier effect) dari investasi yang terjadi di ibu kota baru, Kalimantan Timur. Efek ini didapatkan dari tahapan pembangunan hingga pemanfaatan proyek. Selain investasi, efek inflasi juga akan terjadi selama dalam proses pembangunan hingga ada penyesuaian. Namun demikian, seperti pengalaman dari negara-negara lain, efek ke pertumbuhan ekonomi baru terasa lebih lama karena perlu penyesuaian.
Form Komentar